Kondisi perekonomian koperasi
di Indonesia mengalami pasang surut di dalam sejarahnya. Akan tetapi saat ini
kondisi perekonomian koperasi di Indonesia
sudah mengalami perkembangan. Dalam perjalanannya, perkembangan koperasi di Indonesia
ini memiliki ruang lingkup usaha yang berbeda-beda dari waktu ke waktu
bergantung pada kondisi lingkungan di Indonesia
sendiri.
Dahulu
koperasi hanya menekankan pada kegiatan simpan pinjam. Kemudian berkembang menjadi
koperasi serba usaha yang juga menyediakan barang-barang konsumsi. Hingga perkembangan
koperasi Indonesia
mulai merambah pada penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi.
Pada tahun 2000, kondisi
perekonomian koperasi di Indonesia dapat dikatakan sangan terpuruk, karena baru saja dilanda
oleh yang namanya krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu. Sungguh sangat
sulit bagi Indonesia untuk mangatasi masalah tersebut, apalagi dalam bidang
perekonomiannya. Nilai dolar yang sangat tinggi pada saat Tahun 1998, sangat
mempengaruhi tingkat nilai tukar Rupiah pada saat itu. Nilai rupiah yang anjlok
sangat memungkinkan terjadinya inflasi lagi. Tetapi untungnya bansa Indonesi
mampu memperbaiki nilai tukar rupiah pada saat itu. Lambat laun, nilai tukar
rupiah terhadap dolar mulai membaik dan beranjak lebih bagus.
Jika dari sisi yang satu penyembuhan ekonomi nasional diharapkan dapat
dipercepat dengan mengembangkan eksistensi usaha kecil dan koperasi, namun di
sisi lain terlihat bahwa kebijaksanaan makro pembangunan ekonomi masih
memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para pengusaha besar terutama di
sektor moneter. Kebijaksanaan moneter khususnya di bidang perkreditan adalah
penyebab utama kehancuran sistem ekonomi Indonesia yang harus dibayar bukan
saja dari segi materi tetapi juga biaya sosial (social cost) yang sangat
besar. Untuk itu mutlak diadakan reformasi total di bidang moneter secara lebih
khususnya adalah reformasi kredit (credit reform). Paradigma pembangunan
yang menitik beratkan pada pertumbuhan, dengan asumsi akan menciptakan efek
menetes ke bawah jelas-jelas sudah gagal total karena yang dihasilkan adalah
keserakahan yang melahirkan kesenjangan. Pembangunan pertumbuhan, memang perlu
tetapi pencapaian pertumbuhan ini hendaknya melalui pemerataan yang
berkeadilan.
Melihat perkembangan akhir-akhir ini jelas tidak tampak adanya reformasi di
bidang ekonomi lebih-Iebih di sektor moneter, bahkan kecenderungan yang ada,
adalah untuk membangun kembali usaha konglomerat yang hancur dengan cara
mengkonsentrasi kemampuan keuangan dengan rekapitulasi bank-bank. Dalam
menghadapi situasi seperti ini, alternatif terbaik bagi koperasi dan usaha
kecil adalah menghimpun kekuatan sendiri, baik kekuatan ekonomi maupun kekuatan
politis, atau baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat,
untuk memperkuat posisi tawar (bargaining position) mereka. Salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah mereka harus membangun koperasi, baik sebagai
badan usaha maupun sebagai gerakan dalam satu kiprah yang simultan, Dengan
berkoperasi mereka dapat menghimpun kekuatan kecil-kecil yang ada padanya,
untuk digerakan dan diarahkan dalam rangka memperbaiki posisi ekonominya.
Dengan menguatnya posisi ekonomi dari mereka, pada gilirannya posisi politisnya
pun akan membaik sehingga posisi tawar mereka akan menguat, yang pada
gilirannya eksistensinya dalam penentuan kebijaksanaan perekonomian nasional
juga akan semakin membaik. Hal tersebut dimungkinkan karena koperasi memiliki
peluang yang cukup besar mengingat potensi ekonomi anggota koperasi walaupun
kecil-kecil tetapi sangat banyak dan tersebar, sehingga mampu membentuk
kekuatan yang cukup besar baik dari aspek produksi, konsumsi maupun jasa-jasa.
Namun pada saat yang sama, pembangunan sistem ekonomi ini juga mengalami
suatu kendala yang besar. Permasalahan yang dihadapi dalam membangun sistem
ekonomi kerakyatan khususnya koperasi adalah masalah struktural dengan berbagai
cirinya. Misalnya saja,
masalah kelemahan pengelolaan/manajemen dan kelangkaan akan modal. Kelemahan
pengelolaan/ manajemen disebabkan olen tingkat pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki masyarakat masih terbatas. Sedangkan kelangkaan akan modal
disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakat kita umumnya masih lemah, dan justru
dengan berkoperasi mereka bersatu dan berupaya untuk tumbuh dan berkembang menjadi
kekuatan ekonomi yang lebih kuat dan dapat diandalkan.
Permasalahan yang dihadapi koperasi dalam tiga dekade terakhir ini dapat
dikemukakan sebagai berikut
a. Kelembagaan Koperasi
Sejumlah masalah kelembagaan koperasi yang memerlukan langkah pemecahan di
masa mendatang meliputi hal-hal: 1) Kelembagaan koperasi beum sepenuhnya
mendukung gerak pengembangan usaha. Hal ini disebabkan adanya kekuatan,
struktur dan pendekatan pengembangan kelembagaan yang kurang memadai bagi
pengembangan usaha. Mekanismenya belum dapat dikembangkan secara fleksibel
untuk mendukung meluas dan mendalamnya kegiatan usaha koperasi. Aspek
kelembagaan yang banyak dipermasalahahkan antara lain adalah daerah kerja,
model kelembagaan koperasi produksi, koperasi konsumsi dan koperasi jasa, serta
pemusatan koperasi. 2) Alat perlengkapan organisasi koperasi belum sepenuhnya
berfungsi dengan baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh: a) Pengurus dan
Badan Pemeriksa (BP) yang terpilih dalam rapat anggota serta pelaksana usaha
pada umumnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga
kurang mampu untuk melaksanakan pengelolaan organisasi, manajemen dan usaha
dengan baik, serta kurang tepat dalam menanggapi perkembangan nngkungan. b)
Mekanisme hubungan dan pembagian kerja antara Pengurus, Badan Pemeriksa dan
Pelaksana Usaha (Manajer) masih belum berjalan dengan serasi dan saling
mengisi. c) Penyelenggaraan RAT koperasi masih belum dapat dilakukan secara
tepat waktu dan dirasakan masih belum sepenuhnya menampung kesamaan kebutuhan,
keinginan dan kepentingan dari pada anggotanya.
b. UsahaKoperasi
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha koperasi tidak dapat
dipisahkan dari masalah kelembagaan serta alat kelengkapan organisasi koperasi
dan kemampuan para pengelolanya seperti yang diuraikan di atas. Adapun masalah
yang berkaitan dengan pengembangan usaha adalah :
1) Dalam pelaksanaan usaha, koperasi masih belum sepenuhnya mampu
mengembangkan kegiatan di berbagai sektor perekonomian karena belum memiliki kemampuan
memanfaatkan kesempatan usaha yang tersedia.
2) Belum sepenuhnya tercipta jaringan mata rantai tataniaga yang efektif
dan efisien, baik dalam pemasaran hasil produksi anggotanya maupun dalam
distribusi bahan kebutuhan pokok para anggotanya.
3) Terbatasnya modal yang tersedia khususnya dalam bentuk kredit dengan
persyaratan lunak untuk mengembangkan usaha, terutama yang menyangkut kegiatan
usaha yang sesuai dengan kebutuhan anggota, di luar kegiatan program
pemerintah. Selain itu koperasi masih belum mampu melaksanakan pemupukan modlal
sendiri yang mengakibatkan sangat tergantung pada kredit dari bank walaupun
biayanya lebih mahal.
4) Keterbatasan jumlah dan jenis sarana usaha yang dimiliki koperasi, dan
kemampuan para pengelola koperasi dalam mengelola sarana usaha yang telah
dimiliki.
5) Belum terciptanya pola dan bentuk-bentuk kerjasama yang serasi, baik
antar koperasi secara horizontal dan vertikal maupun kerjasama antara koperasi
dengan BUMN dan Swasta.
c. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan yang terdiri dari kondisi ekonomi, politik, sosial dan
budaya, tidak dapat dilepaskan dari proses pengembangan koperasi. Di satu pihak
kondisi tersebut dapat memberikan kesempatan, di pihak lain dapat menimbulkan
hambatan bagi perkembangan koperasi. Adapun kondisi lingkungan yang dapat
diidentifikasikan, sebagai berikut
1)
Kemauan politik yang kuat
dari amanat GBHN 1999-2004 dalam upaya pengembangan koperasi, kurang diikuti
dengan tindakan-tindakan yang konsisten dan konsekuen dari seluruh lapisan
struktur birokrasi pemerintah.
2)
Kuran adanya keterpaduan dan
konsistensi antara program pengembangan koperasi dengan program pengembangan
sub-sektor lain, sehingga program pengembangan sub-sektor koperasi seolah-olah
berjalan sendiri, tanpa dukungan dan partisipasi dari program pengembangan
sektor lainnya.
3)
Dirasakan adanya praktek
dunia usaha yang mengesampingkan semangat usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan dan gotong-royong.
4)
Masih adanya sebagian besar
masyarakat yang belum memahami dan menghayati pentingnya berkoperasi sebagai
satu pilihan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
5)
Sikap sebagian besar
masyarakat di lingkungan masyarakat yang miskin dirasakan masih sulit untuk
diajak berusaha bersama, sehingga di lingkungan semacam itu kehidupan
berkoperasi masih sukar dikembangkan.
6)
Sebagai organisasi yang
membawa unsur pembaruan, koperasi sering membawa nilai-nilai baru yang
kadang-kadang kurang sesuai dengan nilai yang dianut oleh masyarakat yang lemah
dan miskin terutama yang berada di pedesaan.
Kesimpulan
dari tugas saya mengenai kondisi perekonomian koperasi di Indonesia ini adalah kondisi perekonomian koperasi di Indonesia dari waktu ke waktu telah mengalami perkembangan. Dan masalah-masalah
di dapati didalam koperasi di Indonesia salah
satu upayanya adalah dengan melakukan reposisi
peran koperasi yang secara mandiri dilakukan oleh koperasi dan
pengusaha kecil. Keikutsertaan pemerintah dalam program ini dibatasi hanya
sebagai fasilitator dan regulator, melalui suatu mekanisme yang menempatkan
koperasi dan usaha kecil sejajar dengan perusahaan-perusahaan milik swasta dan
perusahaan milik pemerintah. Strategi tersebut merupakan langkah yang perlu
diLempuh berdasarkan pemikiran bahwa dengan program ini memungkinkan
permasalahan yang dihadapi koperasi dapat ditangani sekangus. Dalam hal
ini, selain koperasi memiliki kesempatan untuk eksis dalam usaha-usaha yang
selama ini seakan "diharamkan" untuk koperasi, seperti dalam
pengelolaan hutan dan ekspor/impor. Program ini juga sekaligus juga dapat
membuktikan bahwa koperasi dan usaha kecil mampu berperan sebagai kelembagaan
yang menopang pemberdayaan ekonomi rakyat dalam sistem ekonomi kerakyatan.
NAMA :
RUDI SYAEFUDIN
NPM : 26210267
KELAS : 2EB04
KELAS : 2EB04
Tidak ada komentar:
Posting Komentar